" Medicine is a science of uncertainty and an art of probability"
Begitulah pesan yang disampaikan oleh Sir William Osler - Dokter pendiri John Hopskin Medical School/Hospital,USA dan juga guru besar University of Oxford Medical School,UK - kepada para dokter seluruh dunia. Pesan itu bermakna bahwa ilmu kedokteran adalah sebuah ilmu dimana semua probabilitas dan kemungkinan bisa terjadi. Pesan ini mengingatkan kita bahwa Dokter bukan Tuhan, dan bahkan - walaupun sekarang - kita bisa membuat bayi tabung dan kloningan, memindahkan embrio ke rahim orang lain, dll, tapi masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang tubuh manusia. Dan bahkan dengan pengobatan dan terapi secanggih apapun, atau menjalani guidelines yang paling precisely sekalipun, kematian pasien bisa sewaktu-waktu dokter hadapi. Seterampil dan seteliti apapun kita bekerja, adverse event sewaktu-waktu bisa datang.
Ada hal yang aneh ketika seorang dokter dituntut dengan tuduhan "malpraktek" ketika pasien meninggal walau sang dokter sudah mengobati pasien sesuai kapasitas dan kemampuannya yang paling maksimal. Baru-baru ini, dunia kedokteran dihebohkan oleh ditangkapnya dr.Ayu dkk di Manado atas tuduhan "malpraktik". dr Ayu ditangkap dengan tuduhan kelalaian sehingga menyebabkan seorang pasien ibu hamil yang baru dilakukan operasi, meninggal. Setelah dilihat, bahwa ternyata pasien itu mengalami emboli ketuban pasca operasi, yaitu suatu resiko setelah operasi yaitu terjadinya penggumpalan darah sehingga menyebabkan kematian pasien. Hal ini sangat jarang terjadi dan bahkan seorang ahli kedokteran yang paling mumpuni sekalipun tidak bisa memprediksi hal tersebut. Ini bisa terjadi kapan saja, dimana saja, di Manado, di Padang, di Jakarta, bahkan di luar negeri sekalipun.
Saya ingat saya pernah menyaksikan secara langsung kasus tersebut ketika saya menjalani night shift di Women Centre di John Radcliffe Hospital, Oxford,UK. Waktu itu pasien baru saja menjalani operasi Sectio Caesarian , dan tiba-tiba kondisi pasien memburuk. Waktu itu memang pasien memang berhasil diselamatkan ketika pasien langsung diperiksa CT pulmonary angiography (yang saya tidak yakin selalui available di Rumah sakit Umum di Indonesia) dan ditemukan embolus di paru nya. Tapi saya ingin saya tekankan, bahkan dengan standar pencegahan paling tinggi sekalipun ( Oxford University Hospital selalu melakukan deep vein thrombosis prevention dan sesuai WHO surgery check list), tetapi kasus ini tetap terjadi.
Para penuntut mengatakan bahwa Dr.Ayu seharusnya melakukan semua prosedur pemeriksaan sperti rontgen toraks, EKG, dll untuk pencegahan. Yang harus diingatkan bahwa kasus obstetri (kehamilan) adalah kasus emergensi dimana setiap detik berharga bagi keselamatan bayi dan ibu. Seorang dokter harus bertindak sangat cepat. dan saya ingatkan kembali, bahkan dengan pertimbangan, persiapan, dan pencegahan yang paling cermat sekalipun, kematian pasien bisa terjadi.
Terkadang dalam hati saya selalu berkata " Andaikan saja para "oknum" pengacara dan para wartawan yang suka menyudutkan para dokter, bisa merasakan SATU HARI SAJA menjadi dokter, maka akan mereka terdiam dan tidak sanggup untuk menuntut dokter". Bagaimana para dokter harus mengambil keputusan secepat kilat dalam suatu keadaan yang sangat darurat dan kemungkinan terburuk dari keputusan ini adalah hilangnya nyawa seorang manusia. Harusnya mereka merasakan "adrenaline rush" itu sehari saja, dan bisa lebih berEMPATI dengan para dokter, dan tidak hanya berusaha mencari-cari kesalahan dokter.
" Tidak ada satupun dokter yang berniat mematikan pasiennya". Untuk apa kami -para dokter- melalaikan tugas kami, jika ancaman dari kelalaian kami adalah kematian manusia. Seharusnya para petinggi hukum melihat Dokter bukan sebagai montir . Tidak seperti montir yang kita nilai adalah hasilnya (apakah mobil kita kembali baik apa tidak) , Dokter seharusnya dinilai berdasarkan prosesnya ( bagaimana proses tatalaksana pasien), bukan berdasarkan hasilnya (Mati atau tidak). Ingat ! ada campur tangan Tuhan dalam setiap kehidupan dan kematian manusia !
Lalu Kenapa kasus Dr. Ayu ini menjadi sesuatu yang krusial untuk kita ?
untuk para dokter - tentu saja - merupakan hal yang sangat krusial. Karena untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia kedokteran Indonesia (dan dunia) , seorang dokter bisa DIPIDANAKAN (berarti masuk dalam ranah kriminal) karena kematian pasien. Hal ini bisa sangat fatal bagi kinerja kita ke depannya, karena apabila Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan sanksi terhadap dr Ayu, maka ini akan menjadi yurisprudensi , yang menjadi dasar hukum sah kedepannya bagi sesorang untuk memenjarakan dokter jika pasien kita meninggal. Keputusan MA ini akan menjadi senjata ampuh bagi oknum untuk memeras dokter. Jika ini terjadi, jangan heran jika kedepannya, para polisi akan datang ke tempat praktek kita dan meringkus kita ke penjara.
Buat Masyarakat, hal ini juga tentu sangat krusial. Jika memang keputusan MA ini dijatuhkan. Maka akan terjadi defense mechanism besar-besaran oleh para dokter. Semua dokter akan menolak untuk melakukan tindakan emergensi karena takut untuk dipenjara apabila pasiennya meninggal (Siapa yang mau dipenjara untuk hal yang tidak bisa kita kendalikan seperti kematian manusia? ). dan pada akhirnya walau pasien itu bisa meyakinkan dokter setelah memohon-mohon, pasien itu harus menjalani semua pemeriksaan yang penting maupun tidak penting dalam keadaan emergensi, hanya karena sang dokter terlalu "paranoid", yang tentu akan menaikkan cost dari pengobatan tersebut. belum lagi hilangnya waktu berharga hanya untuk pemeriksaan yang tidak penting tersebut. Sebuah kerugian besar bagi masyarakat dan pemerintah
Kasus dr. Ayu bukan hanya masalah medis, ataupun hukum. tetapi ad
alah masalah kemanusiaan yang semua orang patut untuk memperhatikannya
* Tulisan ini adalah sebuah dukungan dari salah satu teman sejawat dari Sumatera Barat untuk dr.Ayu.dkk
Posted via DraftCraft app
0 komentar:
Posting Komentar