Minggu, 16 November 2008

Erich Segal- The Class (kelas 58)


Buat teman2 yang tertarik banget sama Harvard University atau bercita-cita ingin kuliah S1,S2, ato S3 di Harvard, mungkin gue rekomendasikan baca buku ini..
..
It's All About Harvard University!!!............
teman2 pasti udah tahu sama universitas ini yang merupakan universitas paling terkemuka di dunia dengan reputasi menghasilkan para alumni yang menjadi tokoh2 besar,presiden,milyuner,dan profesor serta dokter2 peraih nobel...Dari novel ini kita akan tahu ternyata tidak gampang menjadi alumni yang dikatakan mereka sebagai sangat "HARVARD"...



Cover bahasa Indonesianya



Cover Bahasa Inggrisnya

Download Ebook versi English The Class-Erich Segal di sini

Mestinya...ada suatu alasan mengapa seseorang
merasa amat bahagia karena dirinya seorang Putra Harvard,

dan bukannya,karena suatu kesalahan kelahiran yang mengerikan ,

ditakdirkan untuk lulus di Yale atau di Cornell.

(William James, M.D 1869)



Harvard University, Setting cerita The Class

Novel "The Class" adalah novel keenam Erich Segal yang hampir kesemuanya berlatar belakang harvard university, dipublikasikan udah lama banget yaitu pada tahun 1985,Novel ini bercerita tentang 5 tokoh fiksional yang menjadi anggota kelas 58 di Harvard University yaitu: Andrew Eliot, Jason Gilbert, Theodore Lambros, Daniel Rossi dan George Keller. Novel ini membawa kita ke dalam kehidupan kelima tokoh tersebut membuat kita ikut terombang-ambing di tengah gairah, tawa,tragedi dan ambisi tak terkendali anggota kelas '58, dari sejak mereka kuliah di Harvard, sampai ke reuni ke 25 tahun kelas '58 yang dikatakan sebagai saat2 kejayaan seluruh anggota kelas '58. Sebuah bacaaan yang patut kita apresiasi.

Novel ini sendiri dibuka dengan tulisan di jurnal harian Andrew Elliot (yang sangat suka menulis diary), tentang ketakutannya menghadapi reuni ke 25 tahun Class 58. Dia sangat takut menghadapi teman2 sekelasnya dulu di Harvard yang setahunya kebanyakan berhasil meraih kesuksesan Sedangkan dia "hanyalah" seorang broker di Wall Street New York yang dia anggap gagal baik dalam kehidupan rumah tangga maupun membina anaknya. Kemudian cerita flash back 29 tahun sebelumnya yaitu saat mereka kuliah di Harvard.

Andrew Elliot adalah seorang keturunan Bangsawan dari keluarga Elliot yang keturunannya selalu menjadi orang2 besar dan berjasa bagi negara dan Harvard University. Karena itu, dia selalu terbeban dengan harapan akan mengikuti jejak2 keturunannya terdahulu. Dia sendiri memiliki kepercayaan diri yang rendah dan tidak ambisisus seperti teman2nya di Harvard. tapi walaupun begitu, dia dikenal sebagai orang yang sangat ramah dan baik kepada semua orang. Kesenanganya untuk membantu orang mebuat dia sangat disenangi teman2 di Harvard.

Jason Gilbert, adalah seorang anak yang sempurna, ganteng, gagah, pintar, mahir olahraga, berjiwa pemimpin, tipe2 anak yang siapapun orangtuanya, akan sangat bangga memilikinya. tapi ada satu cacat dari dirinya yang tidak dapat diubah. Dia seorang Yahudi.Karena itu ayahnya berusaha menutupi identitas keluarganya yang yahudi dan menyatakan diri sebagai seorang Amerika dan beragama Kristen. Dalam perjalanan hidupnya, Jason mengalami krisis identitas, karena bagaimanapun mati2an nya Jason menyangkal bahwa dia seorang Yahudi, tetapi masyarakat tetap mengganggap dirinya seorang Yahudi. Keyahudiaannya ini sangat berdampak dalam hidupnya di Harvard. Tapi akhirnya Jason mengakui identitasnya sebagai Yahudi ketika calon isterinya tertembak dalam perang di Timur tengah.


Theodore Lambros lahir dari keluarga Imigran Yunani dengan ekonomi menengah ke bawah. Hasratnya untuk bersekolah di harvard muncul ketika usaha rumah makannya di Cambridge, lokasi berdirinya Harvard, sering dikunjungi oleh guru-guru besar peraih hadiah Nobel. Ambisinya untuk menjadi guru besar Harvard mengantarkannya ke Harvard University tetapi tanpa beasiswa. Akhirnya dia tidak bisa tinggal di asrama kampus seperti teman2 kelas 58 lainnya dan harus bekerja di rumah makan keluarganya untuk membiayai uang kuliahnya. Ini membuatnya terasing dari kehidupan sosial masyarakat Harvard, sampai Theodore berkenalan dengan Andrew yang ramah yang mengizinkan dia untuk datang ke perpustakaan Elliot House untuk belajar dan meminjam kamar asrama Andrew untuk bercinta dengan gadis cerdas dari Radcliffe College yang belakangan menjadi isterinya.



Elliot House , Harvard University



Harvard's Radcliffe College, Institusi pendidikan untuk wanita terkemuka di AS

Daniel Rossi, sang jenius Piano, seorang anak yang kurang kasih sayang ayah, karena ayahnya terlalu sibuk dengan abangnya yang secara fisik maupun kemampuan olahraga, lebih hebat dari Daniel.ketika abangnya meninggal dalam perang Korea, Ayahnya sangat sedih.Hal ini membuat Daniel mati2an mnarik perhatiannya ayahnya dengan berlatih olahraga. tetapi sayangnya karena tidak ada bakat, Daniel malah mempermalukan ayahnya dalam suatu pertandingan olahraga. Ini membuat dia stress dan menenggelamkan dirinya dalam permainan piano, yang kelak itu menjadikannya diterima di Harvard. karena ayahnya tidak setuju dia pergi ke Harvard, membuat ia bertengkar dan memutuskan hubungan dengan ayahnya dan memilih Harvard sebagai jalan hidupnya. Keputusan yang tepat karena setelah itu ia menjadi pianis sekaligus komposer terhebat sepanjang masa walaupun karirnya harus berakhir dikarenakan kesalahan medis yang fatal.

George Keller alias Gyuri Kolozsdi, seorang mahasiswa Hungaria yang berkesempatan berkuliah di Harvard University. Dia sebenarnya adalah seorang pelarian dari Hungaria yang pergi ke Swiss untuk mendapat suaka dikarenakan gejolak politik di negerinya. Seorang yang sangat ambisius sekaligus sangat cerdas. Menganggap semua orang adalah saingannya kecuali Andrew yang menjadi teman sekamarnya yang selalu baik kepadanya. Begitu terbuai dengan kemewahan yang ditawarkan negara Amerika dan berambisi mengejar American Dream sehingga melupakan kampung halaman di Hungaria. Berhasil menjadi staff gedung putih dan Menteri luar negeri Amerika Serikat tapi akhirnya ambisinya membuat dia mengambil keputusan yang fatal dan menjadi pihak yang dibenci semua orang. Di akhir cerita George membuat keputusan mengejutkan yang akhirnya menjadi kesimpulan isi cerita bahwa bisa saja Harvard University mengajarkan kepada semua mahasiswanya untuk menjadi orang yang hebat, tetapi ada satu yang tidak diajarkan oleh Harvard, yaitu bagaimana merasa bahagia.

Cara Erich Segal membawakan novel ini memang tidak sebombastis seperti novelis Dan Brown dengan Da Vinci Codenya, tapi cukup apik apalagi dibalut setting Harvard Universitynya yang menawan. Ditambah bumbu2 cerita kejadian politik 1954-1983 membuat novel ini semakin menarik.Erich Segal Sendiri memang adalah seorang mahasiswa harvard kelas 58 dan sekarang menjadi dosen di harvard mata studi bahasa klasik.




Erich Segal

Kekurangan novel ini ( kalau bisa disebut kekurangan dari segi sastra) adalah keberpihakannya yang terlalu dalam terhadap bangsa Yahudi sehingga opininya terlalu subyektif dalam novel ini ketika menceritakan bangsa yahudi. Contohnya saja Erich Segal menyebut pejuang Palestina sebagai "teroris tidak berperikemanusiaan" ketika menceritakan perjuangan bangsa palestina dan menyebut tentara Israel sebagai "Pahalwan pembela kebenaran" ketika dalam novel itu disebutkan perang 6 hari. Padahal dari segi kenyataan bangsa Israel lah yang menjajah bangsa Palestina.Bisa dimaklumi karena Erich Segal adalah seorang yahudi tulen dan anak dari seorang Rabbi sehingga tak heran dia terlalu membela Yahudi. Dan sudah sangat biasa novel atau film dijadikan alat propaganda.

Tapi walaupun begitu, kita tetap dapat menikmati novel ini dan ikut merasakan bahwa ternyata betapa mahal harga yang harus mereka, mahasiwa Harvard, bayar. Betapa pedih rasa sakit yang mereka alami demi mencapai kebrhasilan itu. dan mengajarkan kepada kita tak ada kejayaan tanpa ada usaha.

kalimat yang gue suka dari novel ini adalah ketika Andrew yang tidak percaya diri dan tidak ambisisus dan jauh kalah keberhasilannya dibanding teman2 Harvard lainnya, diberi tepuk tangan oleh teman2 sekelas 58 ketika reuni ke 25 karena dedikasinya yang begitu dalam kepada teman2nya tanpa pamrih dan mampu mengumpulkan donasi yang begitu besar untuk Harvard University dari teman2nya tanpa imbalan apapun.

"For, though he had not known it-and -perhaps still did not understand-he was, in human terms, the best man in The Class. "

"Karena, Walaupun dia belum menyadarinya,dan -mungkin masih tidak bisa memahami- menurut ukuran kemanusiaan, dia adalah manusia terbaik di Kelas 58"

Mengingatkan kepada kita bahwa tidak ada yang lebih indah daripada membantu sesama manusia tanpa pamrih.

Sebuah buku yang patut dibaca.












1 komentar:

dodi mengatakan...

Pak, saya suka sekali dengan buku ini. dulu saya punya bukunya namun hilang. senang sekali hari ini saya liat ada link untuk ebooknya namun sudah tidak valid lagi. untuk itu saya mohon bantuan bapak untuk mempostkan lagi ebook ini..

terima kasih